Jumat, 27 Februari 2015

[ Grim's Army ]



ENSEMBLE TIKORO – Ge d’ Bog
Album : Ge d’ Bog
Musician : Ensemble Tikoro
Genre : Contemporer / Metal
Format : CD 
Release Date : Oktober 2014
Label : Madu Pahit Records

Tracklist :
1. Ge d’ Bog No. 1 (4 : 30)
2. Ge d’ Bog No. 2 (4 : 12)
3. Ge d’ Bog No. 3 (3 : 51)
4. Ge d’ Bog No. 4 (5 : 42)
5. Ge d’ Bog No. 5 (5 : 01)
6. Ge d’ Bog No. 6 (3 : 00)
7. Ge d’ Bog No. 7 (5 : 10)
8. Ge d’ Bog No. 8 (6 : 10)


Mungkin awalnya kita akan mengernyitkan dahi terlebih dahulu ketika mendengarkan Ge d’ Bog yang disajikan oleh paduan suara leher Ensemble Tikoro. Komposisi musik kontemporer yang memakai teknik vokal metal (guttural, schreeds/shriek, pigsqueal, growl, dll)--atau bisa kita balikkan; musik metal yang dibingkai dalam komposisi kontemporer--ini rasa-rasanya memang belum pernah ada. Ge d’ Bog No. 1 sampai No. 8 merupakan satu kesatuan yang dipecah menjadi 8 fragmen, karena terasa ada benang merah yang menghubungkan setiap lagu di sini (di luar kesamaan judul lagunya). Ge d’ Bog, dibaca gedebog, dalam bahasa Sunda berarti batang pisang. Sepertinya sang composer dari Ensemble Tikoro ingin bercerita tentang falsafah pohon pisang kepada para pendengar Ge d’ Bog. Secara keseluruhan ini adalah karya yang sangat patut diapresiasi oleh para penikmat musik metal maupun penikmat musik kontemporer, terobosan baru dalam pengkolaborasian karya dari ranah yang sama-sama memiliki keekstriman tersendiri.

Death Choir : Dea, Viki, Ockky, Koko, Hendra, Glen, Popo, Cima, Bokir, Teguh, Arum, Bedul
Dinar & Dewi (Sinden)
Bombom (Karinding)
Wisnu (Jentreng)
Teguh (Tarawangsa)
Robi Rusdiana (Composer, Conductor)

https://soundcloud.com/robi-rusdiana
email: rusdiana.robi@gmail.com
tlp. +6285659828666

[Mira Amalia]





INFESTIS / SOREM – MANIFESTATION 
Album : Manifestation. 
Band : Infestis (Netherlands) & Sorem (Indonesia/Probolinggo). 
Genre : Black Metal. 
Realease Date : Oktober 2014. 
Label : Roh Jahat Production.

Tracklist :
INFESTIS
1. To My Inquisitor (4:02)
2. Prelude (1:28)
3. It Will End (5:13)
4. Requiem for the Age of God (4:55)
SOREM
5. Tenggerian Spirits (3:25 )
6. Ngadhara Daghing (4:07)
7. Moksa (6:58)

Begitu memutar split album ini telinga saya disambut teriakan seorang wanita disusul riff-riff gitar yang tajam dan hentakan drum yang sangat rapat. Langsung saya jatuh cinta pada Infestis dalam pendengaran pertama, apalagi sesudahnya telinga saya dimanjakan dengan melodi indah di kedalaman hutan saat hujan.. Lagu ketiga sedikit mengingatkan saya pada era black metal pertengahan tahun 90-an, didukung pula oleh warna vokalnya sang vokalis, saya jadi merasa sentimentil. Lagu keempat semakin menguatkan kecintaan saya pada mereka, rising star! Empat lagu yang luar biasa bagi saya sebagai pecinta black metal, mengobati kerinduan akan musik hitam beragresi.

Telinga saya bersiap menyimak tiga lagu berikutnya dari Sorem. Dengan berat hati saya terpaksa mengakui telah menduakan cinta saya. Sorem sangat unik! Perpaduan musik black metal dengan nuansa etnis, pentatonis Bali dan cengkok Pandalungan (Madura - Jawa). Perpaduan ini membangun atmosfir pagan Pandalungan yang kuat, dikukuhkan dengan tema dari ketiga lagu mereka dan juga lirik berbahasa Madura pada salah satu lagunya. Saya hanya bisa mengacungkan kedua jempol saya untuk Sorem yang brilian sambil berharap semakin banyak musisi black metal Indonesia yang peduli pada budaya lokal dan secara cerdas mampu mencampurkannya dengan ‘serasi’.
Member :
INFESTIS
 In the Back : Vos
In your Face : Dictator
Hail : Obscura
Persistent : Typhus
Depth : Nihil
 http://www.reverbnation.com/infestis
SOREM
Vocal : Helldra
Guitar : Eitaz Dracult
Bass : Priest
http://www.reverbnation.com/sorem

[
Mira Amalia]





Dimenthron : Ketika Yang Tidak Mungkin Itu Menjadi Mungkin

“If it’s important, you’ll find a way. if it’s not, you’ll find an excuse” – anonymous. Kalimat tersebut jelas sangat tepat ditujukan untuk penggiat Black Metal satu ini. Di mana sebuah niat saja tidak akan pernah mencapai kata mufakat dengan perhitungan yang cermat, jika tidak disertai satu kata penguat : nekat.

Kali ini kami hendak mengajak Anda untuk mengenal lebih dekat sosok dibalik nama “Dimenthron”. Penggiat Logam Hitam yang lebih dulu dikenal sebagai drummer Black Metal Circle of Ceremony, yang belakangan, namanya semakin banyak dikenal sejak ia mengukuhkan diri lewat jalur “One Man Project”.

Secara nalar, memang apa yang dikerjakannya terkesan sebagai agresifitas tanpa kejelasan. Namun jika mau mengupas, ketidakjelasan toh hanya sampai pada nalar, bukan pada apa yang telah dia paparkan lewat karya-karya yang telah dia luncurkan. “Syukur Alhamdulillah, ternyata kalau kita ada niat dari dalam hati, akan mudah menguasai semua instrument musik, termasuk olah vokal yang cocok untuk sebuah lagu,” katanya.

Dimenthron mengawali mimpinya saat ia berada dalam satu format band. Tidak puas hanya terkesan sebagai “pelengkap”, ia mulai berpikir untuk membuat sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang mampu menjelaskan apa yang hendak ia jelaskan sejak lama.

“Aku hanya ingin benar-benar bisa menikmati semua karya yang aku bawakan. Sejujurnya, aku ini amat idealis dengan keinginan bermusik, mulai dari menciptakan lagu sampai memainkan semua alat musik. Dulu waktu masih berada dalam satu band, semuanya serba terbatas. Dari ide, lirik, konsep, semuanya. Dari situlah aku mulai kepikiran, kapan karya aku 100% bisa dibawakan band yang aku mainkan,” urainya pada kami beberapa waktu lalu.

Dan tidak butuh lama bagi Dimenthron untuk memutuskan hengkang dari grup yang cukup membesarkan namanya itu. Puaskah ia? “Setelah memutuskan untuk keluar, aku mulai belajar semua instrument musik yang diperlukan untuk menciptakan sebuah lagu Black Metal. Dari solo keyboard sampai konsep full band, meski terbatas kemampuanku, tapi aku tetap bertekad, yang penting aku punya kepuasan batin,” jelasnya.

“Tapi itupun tidak cukup membuat aku puas. Aku mulai berkeinginan untuk menampilkan karya yang aku buat lengkap dengan alat musik yang ada. Dan itu jelas tidak mungkin. Apalagi sepanjang sejarah, One Man Project BM seperti Burzum atau Xasthur belum pernah ada yang tampil live di atas panggung. Sampai akhirnya aku melihat Putrid Pile (One Man Project Death Metal) yang bisa tampil live di atas panggung dengan bantuan alat penunjangnya, dan dia hanya berbekal gitar – vokal,” jelasnya.

Berangkat dari sanalah, apa yang diimpikannya mulai terwujud. “Aku hanya butuh laptop murah yang mampu memuat software dari instrument yang aku buat, hasil banyak bertanya dengan teman-

teman. Untuk instrument selain drum aku menggunakan Nuendo 3 dan Cool Edit Pro. Sementara drum aku menggunakan midi drum di software tersebut. Ini karena kalau ditampilkan secara live, suara yang dihasilkan bisa mencapai maksimal. Dan syukur Alhamdulillah, sudah ada beberapa lagu yang memang khusus untuk dibawakan secara live di atas panggung. Kadang aku juga mengajak teman yang lain untuk featuring, untuk sekedar meramaikan saja,” urainya mendalam.

10 tahun bergerak di Black Metal tidaklah menjadikan lelaki pecinta lingkungan dan alam pegunungan ini merasa “khatam” dengan seluruh elemen yang ada. “Sebab kalau bicara ideologi, jujur saja, mungkin aku tidak sesuai dengan roots yang ada dari sananya. Aku hanya mengambil dari segi musikalitas dan pengetahuannya saja. Apalagi satanic. Rasanya nggak sanggup, karena untuk aku, lebih memuja yang menciptakan setannya saja,” katanya sambil tertawa.

Dimenthron menegaskan, ketika seseorang memutuskan untuk menceburkan diri ke wadah Logam Hitam, tidak cukup hanya berbekal skill saja. Juga harus ditunjang dengan pengetahuan yang cukup, agar tidak terjadi salah kaprah tentang Black Metal.

“Hal seperti itu, supaya tidak menjadikan musik ini terkesan hanya mengandalkan dandanan serba seram tanpa bisa menjelaskan maksud yang mereka konsepkan dalam band mereka masing-masing,” tutup lelaki bernama asli Irwan ini, sembari menambahkan, kalau ia lebih banyak merilis karyanya (single) lewat sejumlah link macam 4share, mediafire, reverbnation, soundcloud dan myspace. [r/gc]




R a J a M Siap Menghantam..!

“Saya hanya akan menyampaikan motivasi, bahwa R a J a M itu dibentuk seorang kampung bodoh yang tidak menguasai alat musik (skill bisa dipelajari, tapi sebuah niat dan kemauan yang susah dipelajari). R a J a M dibentuk dari pemberontakan! R a J a M berdiri di atas pemboikotan! Dan R a J a M berdiri di atas konspirasi perobohan! Now you can see us an asshole!! Tidak ada tembok yang tidak bisa dirobohkan! Settong dhere tretan dhibi' !!!!” – Magus R a J a M Commander

Kalimat di atas, bukan sekedar propaganda tanpa makna. Bukan pula orasi basi tanpa isi yang mengingkari substansi. Kalimat tersebut adalah penegasan, adalah pembulatan tentang semangat, tentang dedikasi, tentang perang yang sesungguhnya. Ya, kali ini kami ingin mengangkat kisah para jenderal perang dari daratan Madura, ketika musik yang mereka sabetkan, lebih tajam dari clurit Sang Carok. Kami hendak mengangkat, bagaimana dari daratan yang nyaris luput dari perhatian media musik itu meluncurkan misil berbahaya mereka.

Bicara R a J a M, memang tidak terlepas dari nama besar Magus, yang dikenal luas sebagai “founding father” of R a J a M. Kisah mereka diawali tepat di bulan November, 13 tahun silam. Kala itu, Magus yang saat ini lebih banyak terlibat di belakang layar, membawa R a J a M pada genre Thrash Metal. Namun genderang perang berbalut Corpse Paint baru ditabuhkan, ketika Yayak memutuskan bergabung di tahun 2000.

Lebih dari 13 tahun eksistensi mereka, R a J a M tidak serta merta mundur ketika sempat dihajar persoalan klise. Bongkar pasang personil, termasuk kesibukan di luar jubah besar logam hitam. “Alhamdulillah semua dapat teratasi, dan di bulan Juli ini, kami sudah siap untuk proses record bersamaan dengan datangnya bulan suci Ramadhan, dan banyak jadwal gigs libur total, sehingga kami bisa lebih konsentrasi untuk pematangan materi, selain konsentrasi untuk beribadah tentunya,” jelas Yayak “Warlord”.

Juli, memang dipilih sebagai bulan “masuk kandang” bagi R a J a M untuk segera menyelesaikan apa yang seharusnya mereka selesaikan. Dan album “350” adalah jawaban yang paling banyak ditunggu banyak pihak tahun ini. Sebab melalui album inilah, R a J a M mampu membungkam mereka yang mengatakan bahwa R a J a M tamat semenjak ditinggal Magus.

Disinggung soal ini, Magus hanya tertawa. “Terimakasih masih ada yang bertanya soal ini. Posisi saya di R a J a M saat ini bisa dibilang tidak aktif, karena aktifitas R a J a M yang padat jadwal manggungnya, hampir tiap minggu. Kondisi inilah yang mengharuskan saya off dari R a J a M karena bentrok dengan jam kerja saya. Tapi saya masih bantu-bantu untuk kegiatan di luar panggung,” jelas Magus.



Magus menambahkan, inilah yang membedakan R a J a M dengan band lainnya. “Kebanyakan biasanya kalau ada member yang off dari bandnya hubungan yang ada stop sampai di situ saja, seperti orang tidak kenal dengan member aktifnya, tapi tidak dengan saya dan anak-anak R a J a M,” tegasnya. Magus dengan tegas dan jelas menyatakan dukungannya terhadap perkembangan musikalitas R a J a M yang dinilainya semakin berkualitas dari waktu ke waktu.


Bicara soal karya, rasanya tidak lengkap jika kami tidak mengulas sedikit tentang album yang digadang-gadang sebagai album terbaik R a J a M. Yayak menjelaskan, dipilihnya nama “350” sebab dinilai paling representatif dengan misi dan visi yang dibawa R a J a M.

“Makna 350 sendiri adalah masa di mana negeri kita tercinta dijajah selama 350 tahun, dan bukan rahasia lagi jika kami, R a J a M, dalam hal musikalitas dan lirik total mengangkat tema peperangan, baik dari sisi pelaku maupun korban peperangan,” bongkar Yayak.

Selain aroma perang yang kental, Yayak menambahkan, “350” merupakan proyeksi dari pengalaman pribadi masing-masing personil dan dibalut dengan di balut dengan sedikit kiasan fantasi. Album ini, ditambahkan Yayak, bisa dibilang memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan album sebelumnya.

“Album ini akan lebih terasa harmonic, dan lebih variatif dari sebelumnya, tapi tetap konsisten dengan tempo yang cepat. Dan jika tidak halangan, perilisan album tetap akan dipegang LDP Gresik, Insya Allah awal tahun depan rampung,” janjinya.

Yayak juga menegaskan, tidak ada alasan yang mampu menghentikan R a J a M untuk menyelesaikan misinya. Meski saat ini Black Metal terkesan seperti dianak-tirikan. Bagi Yayak, hal itu hanya masalah waktu. Meski tidak bisa dipungkirinya, kesan negatif terhadap BM berdampak besar bagi R a J a M.

“Semua genre musik Metal pakem dasarnya sama, mau Death, Black ataupun genre lainnya. Kenapa BM terkesan minoritas, saya pikir hal itu tidak terlepas dari ulah sebagian kecil mereka (band-red) yang mengusung BM tanpa referensi jelas, tanpa membaca, tanpa bertanya hanya mendengar dan mengartikan dengan fantasi mereka sendiri, tanpa melihat BM itu seperti apa. Tapi tidak ada masalah, karena band-band seperti itu nantinya juga lenyap dengan sendirinya,” urai Yayak.

“RITUAL ORCHESTRA, DRY, EMPTYS, HELL GOD, IMMORTAL RITES, SACRYFICE, DIABOLICAL, MAKAM, dan lainnya, adalah pejuang-pejuang tangguh yang pure mengedepankan kualitas n kuantitas bermusik. Mereka adalah contoh nyata, bahwa hingga di usia mereka yang bisa dibilang cukup senior di dunia BM, mereka justru semakin dewasa dan matang dalam menghasilkan karya-karya agung. Dan sudah banyak sekali pembuktian bahwa mereka yang mengatakan BM adalah minoritas, justru di belakang kami, mreka memuja BM tanpa mreka sadari,” katanya sambil tertawa.

Maka dari itu, tidak salah jika banyak pihak yang mengatakan pada kami, jika album yang tengah digarap Yayak “Warlord” (guitar-vocal), Ditto “D-Thor” (rhythm guitar), No Soul Maha (bass) dan Arut “Root of Chaos” (drum), selain merupakan proyektil terbaik yang pernah disajikan R a J a M, sekaligus pembuktian telak bahwa BM adalah masalah rasa yang diwujudkan dalam sebuah karya, bukan sebagai benda mati yang bisa diklasifikasikan dengan strata yang tidak jelas pertanggung- jawabannya. Kita tunggu saja! [r]




Tidak banyak yang tahu, kalau Thirsty Blood, juga menjejalkan nafas pagan dalam karya-karyanya. Kalau sempat, coba simak kekuatan lirik "In The Land of Java ", yang terangkum di album full-lenght berjudul sama. Tapi mereka menolak diasumsikan sebagai Pagan Metal Band. Mengapa?
Mengandalkan formasi Black V (vokal),Dang Omvart (gitar), Boed Barbaric (gitar), Van Dark (bass) dan Natjaard (keyboard), mereka angkat kapak dan pedang. Hasilnya? Lebih dari dua pertiga metalheads, berdiri. Larut dalam eforia perang. Ini terjadi, saat Thirsty Blood tampil dalam satu event bawah tanah di Sidoharjo, beberapa waktu lalu. Van Dark, dalam obrolan santai sempat mengatakan, sejak awal memang sudah mengonsep Thristy Blood, seperti yang kita dengar, dan lihat selama ini. Tapi, itu bukan perkara mudah. Idealisme, lebih sering bertabrakan dengan realita. Tidak semua player, bersedia terjun bebas. Selalu saja ada alasan, yang berujung pada bongkar pasang personil. Mungkin karena pengaruh Enyalius - Dewa Perang Sparta atau Camaxtli - Dewa Perang Aztec, Thirsty Blood terus menembakkan artilerinya. Diantaranya album demo tanpa judul (2002), split album Thirsty Blood/Amerta (2003), The Lost Legend from Ancient Past (full lenght, 2004), album rehearsal (2007), EP From The Forgotten Kingdom of Desolation (2007), dan yang teranyar, In The Land of Java (full lenght, 2009). Kental dengan aura perang, pagan dan segala sesuatu yang berasal dari “ancient world”, tidak langsung diamini Thirsty Blood sebagai legitimasi, kalau mereka merupakan band Pagan Metal. Van Dark beralasan, tanggung jawabnya terlalu berat, dan masih banyak hal yang harus dipahami seputar paganism. “Pagan metal di Indonesia masih sangat asing di telinga metalheads Indonesia . Karena dasar yang mereka kuasai, masih minim, dan budaya asing lebih dulu meracuni pikiran mereka. Kalau ada beberapa band yang menganggap dirinya sebagai pagan sejati, saya pastikan, mungkin itu hanya individual person saja. Tidak mungkin dalam satu band, semuanya penganut pagan,” terang Van Dark. Tanpa ragu, Van Dark menunjuk Makam dan Sacrifice. “Hanya mereka berdua yang pantas disebut sebagai Metalgodz Pagan Indonesia, walau hanya perwakilan individu saja. Tetapi saya pribadi, mengagumi visi, misi dan konsep mereka. Meski mereka belum sepenuhnya berhasil menyebarkan metal pagan di Indonesia,” lanjutnya. Bicara soal musikalitas, sayang sekali, tidak banyak orang mengenal karakter musikalitas Thirsty Blood. Lebih banyak yang mengenal Thristy Blood hanya sampai tataran personal. Minimnya keterlibatan media, disebut Van Dark sebagai salah satu faktor penyebab. "Itu mungkin kenapa, tidak banyak yang tahu, soal sepak terjang musisi bawah tanah Surabaya . Promosipun, paling banter dilakukan lewat internet. Sedikit sekali media yang mau mengangkat tentang kita. Kalaupun ada, eksistensinya dan kontinuitasnya, dipertanyakan," kata Van Dark. Well, apapun itu, satu hal yang bisa kita garis bawahi, selayaknya band berbahaya, sudah saatnya apresiasi itu diberikan. Berbahaya di sini maksudnya, bukanlah band yang melulu mengedepankan propaganda tanpa makna. Tapi band yang bertanggungjawab dalam hal karya. Thirsty Blood, contoh dari sedikit band berbahaya asal Jawa Timur yang kami maksud. Setidaknya, tiap eksekusi dalam partisi yang terangkum dalam karya mereka, sudah melalui penghitungan yang cermat. Tidak asal hebat dan dahsyat. Tidak terjebak drama. Yang lebih penting lagi, tidak berhenti berkarya. Lalu, siapa berikutnya?[r]

0 komentar:

Posting Komentar