Kita Masih Mengulang Masalah Yang Usang!
RESPECT, adalah tentang bagaimana seseorang ingin diperlakukan, dengan melihat dari bagaimana ia memperlakukan orang lain dan dirinya sendiri. permasalahannya, tidak semua orang [terlepas dari faktor usia juga intelejensi] mampu memahami, bahwa respect sangat erat terekat dengan ATTITUDE.
Sebab permasalahan yang kerap terjadi, adalah tingginya permintaan akan respect terhadap diri tanpa menyertainya dengan lembaran attitude yang sama kadar nalarnya. Ya, nalar yang tidak ada nalarnya inilah yang kami sinyalir sebagai salah satu faktor mengapa diluar ingar-bingar skena bawah tanah di Indonesia, sebenarnya tengah berdiri kokoh sekolah terbodoh sebab diisi dengan pembodohan lengkap dengan kurikulum yang sama bodohnya.
Bagaimana tidak? Tuntutan agar dihormati [kalau tidak boleh disebut gila hormat-red], adalah masalah yang sebenarnya sudah terlalu berkarat, karatan. Tanpa ada satu upaya yang membebaskan. Lucunya, penjungkirbalikan makna “respect” itu bermula, ketika seseorang [atau sekelompok orang] merasa dirinya “senior”, lantas membuat bias makna “freedom”, “pemberontakan”, yang dengan gagahnya berkibar, mengundang siapapun yang tergerak, terpanggil, pada mereka masih malu-malu berdiri dipinggirannya.
Dan hal yang paling menyedihkan, ketika kita sibuk berkarya, menyuarakan suara-suara hati lewat karya, ada sebagian besar lagi yang menghadapi ancaman “pembunuhan” karya. Ini, jika tidak rajin-rajin menjilat, mengamini apa kata “senior”, yang sayangnya juga, Sang Senior hanya mampu menghasilkan karya-karya yang ompong.
Sebabnya apalagi jika bukan doktrinasi sempit, menjepit langkah sebuah pergerakan yang berujung pada kebangkrutan sebuah skena. Doktrinasi yang mengajarkan bagaimana menuhankan para senior, dan Sang Senior yang juga menganggap dirinya sebagai Tuhan. Inilah yang kami sebut sebagai bentuk pembodohan yang dimaklumi, saking sudah terjadi lama sekali.
Sebentar, kami tidak sedang mengadakan generalisasi. Kami mendasarkan pernyataan tersebut berdasarkan observasi acak yang kami lakukan di lingkup skena bawah tanah yang kecil, terpencil, juga yang lama tak terdengar, lantas buyar. Amblas. Bahkan mungkin juga sedang terjadi di skena Anda saat ini.
Kami berangkat dari satu titik tolak pengertian, bahwa jika pergerakan lingkup bawah tanah adalah tentang bagaimana terus bergerak maju ke depan, artinya dibutuhkan sinergitas antara tingkah laku dan tuntutan untuk dihormati, diantara dua kubu ini untuk melebur menjadi satu koloni.
Itulah yang mendasari kami ketika menurunkan artikel ini. Murni sebagai sarana untuk Anda [siapapun dan di sisi manapun Anda berdiri] untuk mengikis kerak yang lama mengerak dalam kepala. Tujuannya sederhana saja. Bukan untuk merebus emosi Anda hingga ke titik didih tertinggi, hingga melakukan hal-hal yang sama bodohnya dengan kebodohan, pembodohan yang sudah terjadi sangat lama.
Singkatnya, kami mengajak Anda yang baru saja menceburkan diri dalam belanga besar bernama “Underground” untuk lebih bijak, ketika mengkritisi situasi yang mungkin terjadi serupa di skena Anda. Lakukan dengan attitude yang cerdas agar hasilnya tidak semakin membuat suasana semakin beringas, panas.
Kami sangat tidak menyarankan Anda untuk meludahi kontribusi para pendahulu yang memang benar-benar berjasa bagi kemajuan skena di tempat Anda berdiri saat ini. In fact, adalah sebuah KEHARUSAN bagi Anda untuk tetap menghormati mereka para senior. Sebab ada fakta lain yang tidak bisa Anda anulir begitu saja. Masih banyak para senior yang tidak gila hormat, ataupun bertingkah, kebanyakan tingkah. Artinya, Anda hanya perlu lebih cermat mencermati.
Pun halnya bagi Anda yang berada di era tertentu yang saat ini menempati singgasana Kasepuhan, cermati dulu langkah apa saja yang akan Anda terapkan ketika Anda ingin dihormati, dihargai. Sebab cara-cara represif hanya akan menunjukkan, bahwa Anda tak lebih dari penghuni Panti Jompo yang sedang haus perhatian. [gc]
Bahaya Laten itu
Bernama Stagnansi
Sejumlah kalangan berpendapat, kemunculan sejumlah karya
Logam Hitam Indonesia di awal tahun 2013 ini, seolah menjawab ribuan pertanyaan
dalam waktu yang bersamaan. Utamanya yang terkait dengan persoalan eksistensi,
pergerakan juga dedikasi diri terhadap Black Metal. Tidak sedikit juga yang
mengatakan, ini baru langkah awal. Masihlah panjang dan banyak pekerjaan rumah
yang harus dikerjakan. Salah satunya adalah dengan melakukan perubahan dalam
sebuah pergerakan. Sebagai langkah awal, adalah sikap dewasa non arogansi tolol
yang akan sangat Anda perlukan di sini.
“Boleh jadi munculnya album baru dari band lawas menandakan
bahwasannya mereka ingin meramaikan kembali scene Black Metal tanah air yang
mulai menunjukkan gejala stagnansi [ini bisa dilihat dengan munculnya band-band
baru dengan standar musik itu-itu saja, juga pola pemikiran yang menganggap
bahwa Black Metal itu pakemnya kalau tidak Cradle of Filth ya Immortal, dan
tidak melihat bahwasannya Black Metal sudah berkembang sedemikian pesatnya].
Dengan munculnya band-band lama tersebut diharapkan mampu
mendongkrak semangat band-band baru agar lebih produktif dan variatif dalam
berkarya. Sebab jika mengeluarkan album baru tetapi dengan musikalitas yang itu-itu
saja, malah membuat bosan karena minimnya variasi yang bisa ditawarkan sebuah
band,” kata Pengamat serta kolektor karya Black Metal Miftachul “Mehkaget Musick” Munir.
Senada dengannya, Shiva Ratriarkha of Makam juga mengatakan,
penggiat Logam Hitam tanah air masih perlu melakukan banyak perbaikan. “Memang
perlu waktu, extra energi, pikiran dan pendanaan yang memadai untuk
mengubahnya. Sebut saja dari penggiat yang aktif dan konsisten di jalur BM,
idealnya yang dibutuhkan hanyalah kejujuran, kesadaran diri, keberanian,
kemampuan dan ketetapan hati. Tanpa kondisi kesiapan awal tersebut di atas
penggiat BM tentunya akan cukup mengalami kesulitan kedepannya untuk selalu memberdayakan
proses berkreasinya,” urainya.
Namun demikian, Shiva juga menegaskan, metalhead yang
dikondisikan atau pada posisi sebagai bagian dari massa penikmat sangat
dimungkinkan untuk terlibat dalam pemberdayaan local metal scene. “Sebab
penonton yg teredukasi dengan baik tentu akan berdampak langsung kepada tata
kelola penyelenggaraan event-event metal di kemudian hari. Artinya, animo
penonton beserta antusiasitasnya mampu memberikan efek domino kepada penggiat Black
Metal, penyelenggara hingga media. Jika kondisi yang demikian telah terjadi
maka diharapkan gema dan gelombang “efek ledakan“ produktivitas ini akan selalu
terjaga.
Ini tentu saja sejalan dengan apa yang disampaikan Owner
Ludah Production Ashadur Roffek. Utamanya ketika para metalhead ini gencar
menyuarakan “support your local music” di ragam cara sebagai bentuk apreasiasi mereka
terhadap dedikasi para penggiat. Menurutnya, bicara bentuk apreasiasi tidak
cukup dengan hanya mengumbar ludah. Harus juga disertai dengan aksi nyata macam
membeli CD, artwork, merchandise yang ditawarkan penggiat.
Terakhir, coba simak juga apa kata Miftachul “Mehkaget
Musick” Munir. “Kalau saya, sebagai penikmat, simple saja. Kalau ada rilisan
album yang bagus menurut saya, ya saya akan support dengan membeli album
tersebut. Dan juga tentunya peran serta label sangat membantu, dimana sirkulasi
beredarnya rilisan fisik dari band yang bersangkutan. Apalagi kalau label
tersebut juga mempunya jaringan yang luas, bekerjasama dengan label-label di
luar. Sehingga karya anak bangsa bisa juga didengar didengar sampai di luar
sana,” tuturnya.
Singkatnya, bahaya laten stagnansi sebuah kultur musik,TIDAK
BISA DIBEBANKAN PADA SATU PIHAK [baca : penggiat]. Itu kenapa dari awal kami
membutuhkan sikap dewasa non arogansi tolol dari semua pihak yang terkait. Baik
itu penggiat, penikmat, siapapun agar perlu mengedepankan kesadaran diri untuk
terus melakukan edukasi, inovasi dan kesadaran tinggi bahwa kita saling
terkait, terikat.
Untuk penggiat tentu saja tidak asal bertelur, namun telur
busuk yang ditawarkan. Persis seperti apa yang dikatakan Erwan “Dimenthron” .
“Jika di tanah sana [Eropa] para penggiat Black Metal lebih suka dikatakan
pejuang [Warriors] daripada musisi, selayaknya para penggiat Logam Hitam di
tanah air menjadi pejuang yang sebenarnya”, tegasnya.
Sementara untuk penikmat,tentu diharapkan tidak asal meminta-minta [jika tidak boleh
dikatakan mengemis-red] barang berkelas namun dengan cara-cara yang sangat
tidak berkelas. “Jangan hanya modal mengunduh gratisan dong!,” tutup Ashadur
Roffek of Ludah Production. [gc]
…Pagan Metal, A Sound from Ancient World…
It's more about the lyrics than the music. Begitu kata Heri Joensen - vocals, guitar Tyr. Berangkat dari quote sederhana itulah, kami melacak banyak hal yang ingin kami bagi untuk Anda.
Kenapa pagan metal? Karena di Indonesia, masih banyak yang menggambarkan secara secuil, soal pagan metal. Imbasnya, selain sikap skeptis, tidak sedikit yang melihat pagan metal sebagai aplikasi budaya mistis. Ini yang kami sebut tragis. Itu mengapa, kami maklum, di luar persoalan “tidak mau atau tidak bisa”, Indonesia cuma punya segelintir band yang cukup bertanggung-jawab dan bisa dipertanggungjawabkan ketika mereka bicara tentang Pagan lewat karya.
Secara singkat, Pagan Metal merupakan sub-genre heavy metal music. Hasil peleburan antara extreme metal dengan tradisi pra-Kristian, dengan kultur spesifik, atau wilayah dengan konsep tematik, dengan bebunyian khas tradisional lainnya. Kerap dihubungkan Viking atau Folk Music.
Tapi, soal relasi antara pagan metal dengan folk metal, sampai sekarang, tidak ada rumus pasti yang memisahkan dua unsur itu. Ada yang bilang, sebuah grup bisa dikatakan pagan metal, dengan mengacu kekuatan liriknya. Sementara folk metal, kami lebih melihat dari varian instrumennya.
Jarkko Aaltonen basis Korpiklaani mengatakan, grup band yang mengangkat tema soal Viking, atau simbol kuno lainnya, bisa dikatakan sebagai Pagan Metal. Tidak peduli apakah ada instrumen musik folk dalam karyanya.
Yang menarik, ketika bicara musik, tidak satupun yang membahas soal perilaku manusia didalamnya. Melulu soal musik dan perangkatnya. Sehingga kami berkesimpulan, Pagan Metal tidak ada kaitannya dengan Paganism. Sebab Pagan Metal lebih mengacu pada bentuk ekspresi musisi extreme metal. Pagan Metal, merupakan cara mereka mengapresiasi budaya pagan.
Sebab terlepas dari genre yang dimainkan, paganism, murni merupakan pilihan pribadi personil didalamnya. Sama halnya dengan satanis. Tidak semua personil sebuah grup band satanis, benar-benar menghayati diri sebagai seorang pelaku satanis.
Tema pagan sebenarnya sudah mulai dieksplorasi musisi metal era tahun 70-80an. Sebutlah Led Zeppelin dan Manowar. Bahkan Bahkan Jarkko Aaltonen menyebut Black Sabbath “mendekati pagan”. Termasuk juga Bathory, Enslaved, Amorphis dan Skyclad.
Soal siapa grup band pertama kali yang benar-benar mengusung Pagan Metal, tidak ada kesepakatan. Chrigel Glanzmann vokalis Eluveitie (Swiss) menunjuk Skyclad (Inggris, 1990) sebagai pionir pagan metal. Heri Joensen menunjuk Bathory sebagai pemicu pelatuk. Sementara Mathias Nygard vokalis Turisas (Finlandia), menyepakati Amorphis sebagai pionir pagan.
Terlepas dari masalah siapa pionirnya, Pagan Metal sebenarnya baru benar-benar meledak di 2009. Sampai-sampai, Mikael Karlbom gitaris Finntroll (Finlandia) merasa Pagan Metal tidak bukan hanya sesuatu yang disebut banyak orang sebagai trend semata. Pagan Metal juga mulai dikenal lewat Paganfest 2008 lalu. Yang belakangan, para performers-nya dituduh sebagai pelaku neo-Naziz dan Fasisme oleh akademisi Berliner Institut für Faschismus Forschung.
Ville Sorvali vokalis dan pemain bass Moonsorrow dan Heri Joensen (Tyr) pun langsung membantah isu itu, dalam sebuah rekaman video. Disebutkan, persoalan bermula dari perkara penggunaan huruf “S” dalam logo Moonsorrow dan huruf “T” dalam logo Tyr. Padahal kedua huruf itu, diambil dari simbol Skandinavian Kuno. Tidak mengacu pada satu atau paham kekiri-kirian, seperti yang dituduhkan.
Sementara itu, Pagan Metal : A Metal Documentary, bisa jadi merupakan pionir dokumentasi pagan metal. Uniknya, album ini dibuat oleh Bill Zebub yang notabene berkebangsaan Amerika. Sementara pagan metal, lahir dan tumbuh di Eropa. Berbeda dengan dokumenter sejenis lainnya, dokumenter karya Zebub, tidak banyak mengulas rekam jejak pagan metal secara historikal. Selama dua jam, Anda akan diajak menggali isi kepala para pionir pagan metal, macam Finntroll, Ensiferum, Primordial, Leaves Eyes, Turisas, Tyr dan Korpiklaani. Simply googling down the DVD, or click http://www.billzebub.com.
Atau Anda juga memperkaya referensi lewat The Kalevala : The Epic Poem From Finland by John Martin Crawford. Buku setebal 377 halaman ini memuat kumpulan puisi yang dibuat penyair asal daratan Eropa. Dengan mempelajari prosa dan sanjak bangsa Finlandia Kuno, dari tataran bahasa, sosial, kehidupan keagaaman, setidaknya Anda mengerti, kenapa Finlandia, disebut sebagai bangsa pertama Eropa yang memengaruhi banyak negara. Termasuk Asia.
Sedikit gambaran, Finlandia (Finnish, Suomi / Suomenmaa, wilayah berpaya-paya) dengan segala keunikannya, memengaruhi perkembangan Gothic dan bangsa Islandia. Termasuk pagan metal. Kalau Anda ingin menyimak Wainamoinens Sowing, Umarinens, Lemminkainens Lament, dan karya indah lainnya, pastikan buku ini ada dalam daftar wajib baca bulan ini. [gc]
“Inner Circle”, Kisah Sejarah Yang Dijarah Mentah.
Sejarah panjang Satanisme di wilayah Black Metal Indonesia, tidak terlepas dari catatan pergerakan “Inner Circle” yang dipelopori Oystein Aarseth a.k.a Euronymous (Mayhem) sebagai orang nomor satu, dan Varg Vikernes a.k.a Count Grishnackh (Burzum) sebagai tangan kanannya. Bersama ke 12 anggotanya, termasuk Ihsahn, Samoth dan Faust (Emperor), juga Fenriz (Darkthrone), mereka memimpin komunitas Black Metal Norwegia melalui kelompok “Inner Circle”.
Ide mereka sederhana. Menyatakan perang terhadap Kristenisasi yang terjadi di wilayah Norwegia. Ini karena Kristen, yang notabene merupakan agama mayoritas di Eropa, dinilai berbanding terbalik dengan semangat mereka sebagai anak-anak Odin (Dewa Bangsa Viking). Kristen dianggap sebagai agama yang lemah, sementara mereka sebagai keturunan Viking, adalah bangsa yang menjunjung tinggi kekuatan.
Gagasan mereka kemudian diwujudkan melalui serangkaian aksi anarkis. Diantaranya tindakan pembakaran terhadap belasan gereja kuno yang menjadi simbol kebanggaan Kristen di Norwegia. Aksi tersebut, sontak mendapat kecaman internasional. Maka dari sanalah, mereka mendapat label sebagai penganut “Satanis”.
Kenyataannya, ideologi “Satanisme” yang dikembangkan di genre musik Black Metal di Norwegia, lebih mengacu pada semangat untuk mengembalikan budaya Pagan Kuno, termasuk kebangkitan budaya Viking. Artinya, Satanisme dalam konteks para prajurit logam hitam asal Norwegia ini, TIDAK SAMA dengan paham Satanisme ajaran Anton LaVey melalui “Church of Satan”-nya.
Masalah muncul di Indonesia, ketika terjadi pencampur-adukan ideologi Satanisme antara ajaran yang dikembangkan Anton LaVey, dan ideologi Satanisme yang berkembang di genre musik Black Metal Norwegia. Terlalu banyak ahli tafsir yang berbuntut pada wujud kedangkalan berpikir.
Yang kami lihat, para musisi Black Metal yang mengaku sebagai Satanis di Indonesia, hanya mencomot sepenggal “aksi hebat” Vikernes dan kawan-kawan ketika mereka membakar belasan gereja sejak 1992, termasuk penyerangan terhadap band-band metal yang tidak sepaham dengan mereka, atau yang dianggap sebagai kelompok “Outer Circle”. Kemudian melakukan pengembangan, dengan menggabungkan hal tersebut dengan ajaran “Church of Satan”.
Padahal, ketika Vikergnes ditangkap aparat atas kasus pembunuhan yang dilakukannya terhadap Eronymous (Mayhem), dengan tegas Vikernes mengatakan, dia bukan penganut Satanisme seperti yang dituduhkan banyak pihak. Tindakannya murni atas kesadaran diri, dan bukan karena terpengaruh ajaran “Church of Satan” Anton LaVey.
Dan yang perlu diketahui, Vikernes dan sebagian besar musisi Black Metal Norwegia, adalah penganut paham fasis sekaligus rasis. Artinya, mereka akan melakukan perlawanan dengan apapun yang berkaitan dengan keagamaan di luar budaya mereka, yang non Norway-Gemanic.
Artinya, Satanisme dan Black Metal adalah dua wilayah yang berdiri secara terpisah. Jika kemudian Mayhem, Burzum dan Darkthrone di akhir 80-an dan awal 90-an menggabungkan Black Metal dan “Satanisme” sebagai satu ikatan yang kuat, terkait satu sama lain, maka garis bawahi tebal-tebal, bahwa apa yang mereka lakukan adalah sebagai “way of life”. Bukan sekedar tempelan, dan diperjuangkan bukan tanpa alasan.
Termasuk aksi pembakaran salib di atas panggung, dan aksi lainnya yang “terkesan” seperti memuja setan. Sekali lagi, hal itu dilakukan sebagai bentuk perlawanan mereka terhadap agama Kristen, dan bukan sebagai ritual penyembahan terhadap setan.
“Satanic itu visi. Mau di munculkan atau tetap bertahan dalam hati, hal itu kembali pada kebijakan yang bersangkutan. Tapi menurutku, sebagai musisi, akan terlihat lebih bertanggungjawab jika hal itu dimunculkan dalam sebuah pesan lirik, daripada sensasi murahan diatas panggung. Ini tidak ubahnya seperti badut yang mencoba menakut-nakuti, tapi berada diantara orang-orang dewasa, yang notabene harusnya dilakukan terhadap anak kecil”, jelas personil Black Metal Jogja Nosferatu, Eitaz.
Terakhir, sedikit tambahan bagi Anda yang mengaku sebagai penganut Satanis, “Satanisme yang di-croping dan diperbandingkan dengan tindakan ritual darah di depan publik, adalah tindakan yang sangat picik dalam memahami sebuah kepercayaan, dan cenderung melecehkan satanisme itu sendiri”, tegas Tokoh Black Metal Solo, Shiva Ratriarkha. [gc/net]
[ Note From Hell ]
Words By : Autumn Reaper
Nietzsche, The Father of Metal Movement.
Bicara tentang Friedrich Nietzsche, tak lepas dari sudut pandang filosofisnya yang banyak menuai kontroversi, meski tak jarang juga yang mengurainya sebagai pencerahan. Tapi seberapa banyak yang tahu, jika tanpa pengaruh kuat dari pemikirannya, musik metal tidak akan seperti yang Anda dengar hari ini.
Ya, kedekatan Nietzsche dengan musik metal sangat kental terasa pada eksekusi karya yang dilakukan banyak musisi metal. Keduanya, sama-sama memiliki benang merah yang bermuara pada dua kata : Kontroversi dan Pencerahan.
Mari kenali lebih dekat dulu sosok Nietzsche. Filsuf asal Jerman yang lahir di abad ke 19 ini, tumbuh dan berkembang sebagai sosok yang tertutup. Tapi tidak dengan pola pemikirannya yang cenderung radikal dan nyaris tidak mungkin dipahami lewat nalar yang sepotong, terpotong-potong.
Salah satu pemikiran Nietzsche yang paling kontroversional, bahkan hingga detik Anda membaca artikel ini adalah, keberhasilannya memengaruhi siapapun yang membaca karyanya untuk melawan kelemahan iman buta dalam agama.
Yang paling kontroversional adalah ketika ia menyatakan bahwa Tuhan telah mati, “God Is Dead”, seperti yang tercantum dalam “The Gay Science” [Die fröhliche Wissenschaft]. Bagi para pemuka agama dimasanya, pernyataan Nietzsche jelas mengandung mutan bid’ah. Buku ini, sekaligus menjadi cikal bakal karya selanjutnya yang tidak kalah fenomenal “Thus Spoke Zarathustra” dan “Beyond Good and Evil”.
Mari kita dalami dulu cara pandang Nietzsche. Filsafat Nietzsche adalah filsafat cara memandang 'kebenaran' atau dikenal dengan istilah filsafat perspektivisme. Ia mengritik kebudayaan Barat dijamannya, dengan meninjau ulang semua nilai dan tradisi yang sebagian besar dipengaruhi pemikiran Plato dan tradisi kekristenan. Di mana, ia menganggap kedua hal tersebut mengacu pada paradigma kehidupan setelah kematian, yang membuat manusia menjadi pesimis.
Walaupun demikian, dengan kematian Tuhan berikut paradigma kehidupan setelah kematian tersebut, filosofi Nietzsche tidak menjadi sebuah filosofi nihilisme. Pemikirannya, bisa disebut anti-tesis dari paham nihilisme, dengan mencintai utuh kehidupan [Lebensbejahung], dan memposisikan manusia sebagai manusia purna [Übermensch], dengan kehendak untuk berkuasa [der Wille zur Macht].
Singkatnya, dia menantang logika untuk bekerja lebih giat, dan kemudian diselaraskan dengan keyakinan yang dimiliki. Tidak sekedar mengantungi “status beragama atau tidak beragama”, tapi sekaligus memiliki alasan yang kuat sebagai bentuk pertanggung-jawaban moral. Kalau Anda beragama, tidak lantaran faktor “diturunkan, keturunan”, dan tidak beragama, bukan karena “sok-sokan”.
Maka tidak mengherankan jika Nietzsche kemudian dianggap filsuf paling berpengaruh dalam sejarah pergerakan musik metal. Jika dikaitkan dengan extreme metal, Anda bisa menemukan sinkronisasi diantara keduanya.
Semangat perlawanan yang diendapkan Nietzsche inilah, yang membawa extreme metal ke level yang lebih tinggi. Tidak hanya sekedar membebaskan diri dalam hal eksekusi tiap partisi, tapi juga sampai pada tataran keyakinan.
Tengok saja Celtic Frost yang menjadikan pernyataan Nietzsche “God Is Dead” menjadi sebuah judul lagu “Tottengod”, Vital Remains dengan “I Am Your God Now”, hingga At The Gates dan Dismember, dua band asal Swedia yang mengambil tema "Beyond Good Dan Evil".
Tapi, tidak ada genre metal yang lebih menghayati karya Nietzsche seperti Black Metal. Melalui kutipan “God Is Dead” inilah, kematian Tuhan kemudian diadopsi dan dijadikan landasan perlawanan terhadap kristenisasi yang mewabah di daratan Norwegia, sebuah negara yang menghasilkan pionir Black Metal paling berpengaruh di dunia. [Baca : “Inner Circle”, Kisah Sejarah Yang Dijarah Mentah-red].
Selain soal keimanan, dalam 'Will To Power', Nietzsche menunjukkan sifat dasar manusia tidaklah untuk bertahan hidup. Tapi menjadi kuat, dan mengakumulasikannya sebagai batu loncatan untuk keinginan sejati : kekuasaan atas orang lain. Nietzsche menunjukkan bahwa ide-ide seperti pertempuran dan peperangan adalah hal-hal yang akan dilakukan dengan cara suka rela oleh manusia untuk mendapatkan keinginannya.
Tema “Will To Power” yang jelas-jelas berarti genderang perang atas pertempuran demi pertempuran, sangat bisa ditemukan dalam sub-genre Black Metal lewat paham war-metalnya. Atau Anda bisa melongok pada Gorgoroth, Black Metal Band asal Norwegia yang disebut sebagai prototype sempurna apa yang ingin disampaikan Nietzsche lewat Antichrist (1996) dan Twilight of the Idols (2003).
Sayangnya, hanya sedikit dari pelaku Black Metal, bahkan di seluruh genre yang berada dalam wadah extreme metal di Indonesia tidak tahu menahu soal ini. Sedikit sekali yang mau bergeser dari paradigma yang ada, untuk membongkar batasan dalam diri dan membekali diri dengan artileri yang memadai. Dengan kata lain, jika Anda setuju bahwa metal adalah tentang mendobrak batas, lalu pertanyaannya, apanya yang didobrak jika pola pikir masih terkotak-kotak dan sekotak?
Cukuplah mengulik tentang sejarah musik metal, dan menjadikan itu sebagai senjata mutakhir yang bisa Anda keluarkan ketika berhadapan dengan publik awam. Hey, ini jaman teknologi nirkabel. Tinggal ketik kata kunci sejarah musik metal di mesin pencari paling dicari “google”, maka terjawablah pertanyaan remeh itu.
Logikanya, bagaimana mungkin masyarakat awam mampu melihat metal sebagai musik yang berkualitas, jika melulu mengedepankan kuantitas tanpa tahu seperti apa kuantitas yang berkualitas itu? Jadilah seperti apa yang diproyeksikan Nietzsche dalam karya-karyanya. Sosok yang kontroversional sekaligus mencerahkan. Yang tidak hanya memahami musik metal hanya sampai pada definisi “musik rusak”, tapi juga sebagai “kerusakan” yang bisa dipertanggung-jawabkan secara intelektual. Yeah, I Dare You! [r]
[ Note From Hell ]
…Black Is Metal Is
Black ::: Words By Natjaard…
Jika Anda masih
berpikir bahwa menjadi musisi Black Metal sama dengan artinya menjadi penganut
Satanis, baca dulu tuntas artikel di bawah ini. Dan mari menertawakan kenaifan
pemikiran yang selama ini terlanjur berkembang.
Satanisme dan perilaku yang tercakup didalamnya, adalah hal yang selalu dikaitkan dengan musik
Black Metal hingga saat ini. Entah siapa yang memulai, namun masyarakat bawah
tanah seolah percaya saja tentang pengultusan itu. Seolah terjadi penyeragaman
ide, bahwa menjadi musisi Black Metal itu haruslah seseorang yang Anti Tuhan.
Ujung-ujungnya, banyak masyarakat awam mencibir dan
menganak-tirikan musik Black Metal hingga seolah tidak layak di dengar dan di
kemukakan pada khalayak. Singkatnya, apakah semua musisi Black Metal haruslah
manusia yang satanis, atau haruskah semua penganut satanis memainkan musik
Black Metal?
Bagaimana bila ada seorang dukun santet yang kerap
mengandalkan bantuan dari makhluk supranatural dan menggemari musik Campursari,
apakah dukun tersebut juga bisa disebut musisi ataupun penggemar Black Metal?
Atau misalnya, ada seorang musisi Black Metal lokal yang
memilih untuk tidak beragama namun percaya akan adanya Sang Pencipta, apa orang
tersebut bisa dikatakan sebagai seorang satanis?
Di sini kami mencoba untuk mengupas tentang Black Metal
secara singkat, dengan beberapa referensi yang dapat kami percaya, walaupun di
sertai dengan segala keterbatasan yang kami miliki.
Tujuannya tak lain adalah mengklarifikasi estetika dan
esensi Black Metal itu sendiri, mencoba perlahan-lahan meralat dikotomi tentang
Black Metal adalah Satanis yang tercipta selama ini, khususnya di Indonesia .
Lebih dari itu, kami ‘menuntut’ para musisi yang mengibarkan bendera Black
Metal, agar dapat memberikan pertanggungjawaban atas genre yang dipilih itu.
Keberadaan Black Metal (sebagai genre) tak lepas dari nama
VENOM, band Heavy Metal yang berdiri di Newcastle Inggris pada awal tahun 80.
Awalnya band ini banyak terpengaruh oleh konsep musik band-band macam LED
ZEPPELIN, BLACK SABBATH dan DEEP PURPLE.
Seiring perjalanan waktu, merekapun melakukan pendewasaan
dalam konsep musiknya melalui penambahan tempo yang lebih cepat, distorsi gitar
yang lebih bising dan perubahan pada karakter vokal.
Band yang digawangi Cronos, Mantas dan Abaddon inilah,
yang nantinya dipercaya oleh kebanyakan musisi Black Metal maupun musisi Non
Metal, sebagai band New Wave Of British Heavy Metal. Melalui album Black Metal
yang dirilis pada tahun 1982, mereka diamini sebagai gelombang pertama dari
lahirnya genre Black Metal.
Pada saat yang hampir bersamaan, para kampiun Metal di
tempat lain juga mulai bermunculan. Sebut saja BATHORY dari Swedia yang memulai
debut albumnya di tahun 1984, HELLHAMMER dan CELTIC FROST dari Switzerland,
MERCYFUL FATE dari Denmark, SODOM dari Jerman dan banyak lagi.
Kelak bergemanya Black Metal ditandai pula dengan lahirnya
band-band Black Metal di Norwegia seperti MAYHEM, BURZUM, DARK THRONE, IMMORTAL
dan EMPEROR. Mereka juga kerap disebut sebagai band Black Metal gelombang
kedua.
Namun, perlu dicatat, mereka (grup band di atas), pada
dasarnya menganut paham Satanisme sebagai ideologi dalam bermusik. Tidak salah
jika akhirnya muncul stigma sempit bahwa musik Black Metal identik dengan
Satanisme, atau perlawanan terhadap kepercayaan tertentu.
Mari bergeser ke Swedia. Di Negara ini, tidak sedikit grup
band terinspirasi scenes di Norwegia macam MARDUK, DISSECTION, DARK FUNERAL,
LORD BELIAL, NIFELHEIM dan ABRUPTUM yang memiliki kharakter dan konsep bermusik
yang sedikit berbeda satu sama lain. Tak jauh berbeda kondisinya di Finlandia,
banyak bermunculan pula band-band yang mengusung Black Metal seperti BEHERIT
dan IMPALED NAZARENE.
Jika diperhatikan, para musisi dari negara-negara yang
berlainan tersebut memiliki ideologi berbeda satu sama lain. Kecuali Mayhem dan
Marduk yang menancapkan satanisme sebagai ideologi bermusik, ternyata banyak
group band Black Metal yang tidak melulu berkutat di satanisme.
Ideologi Nihilisme, Paganisme, Nasional Sosialis dan
pemujaan terhadap dewa-dewa ala bangsa Viking juga mewarnai kancah musik Black
Metal sepanjang perjalanannya. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor
referensi yang cukup kuat yang membuktikan bahwa Tidak Semua Musisi Black Metal
menganut paham maupun gaya
hidup Satanisme ataupun sebaliknya.
Sampai di sini, dapat kita tarik sebuah kesimpulan awal,
bahwa sebenarnya genre adalah satu hal yang terpisah dari ideologi. Artinya,
konsep musik sebuah band itu tidak mesti sama dengan konsep yang dipunyai band
lain.
Sederhananya, Satanisme dan Black Metal adalah satu
kesatuan terpisah yang berdiri sendiri-sendiri. Musisi Black Metal tidak secara
keseluruhan mengusung konsep satanisme seperti yang acap kali kita dengar dalam
pembicaraan masyarakat umum di warung-warung kopi, toserba, restoran, kios
majalah, yang menganggap bahwa Black Metal adalah musik sesat, asal bunyi, tak
layak dengar dan setumpuk cibiran bahkan cacian dan hujatan keras lainnya
terhadap musik ini.
Ambil contoh band yang mengusung konsep Pagan Black Metal.
Bisa dikatakan bahwa band tersebut adalah orang-orang penganut Paganisme yang
memainkan musik Black Metal, atau bisa juga dikatakan sebagai musisi Black
Metal yang membawakan ideologi Paganisme. Sangat jelas bukan, bahwa tidak ada
kaitan dengan Satanisme sama sekali di sini.
Di lain pihak, apa pernah ada yang bisa membuktikan para
penganut paham satanis macam Ku-Klux-Klan maupun sekte-sekte sesat lainnya,
adalah penggemar musik Black Metal, ataupun sebaliknya?
Khusus di Indonesia, tahun 1995 menjadi cikal bakal
berkembangnya Black Metal, yang dipioniri MAKAM, RITUAL ORCHESTRA, DRY dan
HELLGODS. Patut diingat, mereka masih exist dalam karya dan jalurnya hingga
saat ini.
Berkembangnya Black Metal sempat dibumbui dengan hal-hal
‘lucu’ dan kontroversial yang membuat musik Black Metal malah di vonis sebagai
musik sesat. Misal, penyembelihan kelinci diatas panggung, pembakaran dupa dan
kemenyan, dan hal-hal lain yang cukup mengundang sensasi juga membuat bulu
kuduk bergidik.
Djiva Ratriarkha dan Julius Kamadathu dari band MAKAM
pernah mengomentari hal ini dan menyikapinya dengan sangat bijak. Menurut
mereka, dupa, kemenyan, setanggi dan ratus plus make up horor memang fenomenal
dalam sejarah BM di tanah air. Ini baik, jika memang euforia hingar-bingar
penampilan itu dilanjutkan dalam pola pikir dan attitude para pelakunya untuk
mau belajar dan memahami philosofi tentang menjadi seorang Pribadi Black Metal.
Kesepakatan senada tentang fenomena itu juga datang dari
Throne ‘RITUAL ORCHESTRA’, Lord Morgan ‘DRY’, Vaar Mossath ‘IMMORTAL RITES’,
juga Van Dark ‘THIRSTY BLOOD’. Mereka meyakini bahwa adanya ritual itu tidak
selalu berkaitan dengan apa yang ingin disampaikan dalam musik Black Metal.
Sudah saatnya, para penggiat Black Metal membekali diri
dengan kematangan konsep dan keluasan wawasan sebagai bentuk pertanggungjawaban
dalam menyampaikan visi dan misinya.
Proses pembelajaran dan pendewasaan dalam konteks Black
Metal sangat perlu dilakukan dengan berkesinambungan, sehingga nantinya akan
mengikis pemikiran tidak penting yang menempel lekat dibalik jubah besar Black
Metal.